Menilik Kembali Perjalanan Reformasi Bangsa, Apakah Sudah Seperti Yang Diharapkan?

Dokumentasi reformasi Pada Tahun 1998

Dua puluh empat tahun yang lalu, 21 Mei 1998, terjadi salah satu peristiwa besar dalam sejarah bangsa Indonesia. Di mana setelah banyak kesengsaraan dan amarah yang dicurahkan, akhirnya Presiden Indonesia pada saat itu, Suharto, berhasil ditumbangkan oleh solidaritas mahasiswa di jalanan dan kelompok elite politik di parlemen. Presiden kedua Republik Indonesia ini telah menjabat selama 32 tahun dan memutuskan untuk mengundurkan diri setelah perjalanan panjang dan penuh penolakan untuk turun dengan berbagai alasan. Dengan menggenggam secarik kertas di tangan dan didampingi wakil presiden BJ. Habibie, Suharto membacakan pidato pengunduran dirinya sebagai presiden.

Peristiwa ini juga menandai runtuhnya rezim Orde Baru, dan dimulainya era Reformasi. Meski tercoreng oleh serangkaian konflik horizontal di kalangan rakyat biasa seperti perihal agama, ras, etnis dan sebagainya, namun gerakan Reformasi adalah sebuah usaha kolektif bersama yang luar biasa; menunjukkan solidaritas bangsa Indonesia yang menyuarakan aspirasinya demi kesejahteraan dan perubahan bagi negeri.

Apa penyebab terjadinya reformasi di tahun 1998?

Mengutip dari Ruang Guru, Selasa (12/4/2022)  masa Reformasi saat itu terjadi karena kurangnya kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintah. Kepercayaan yang berkurang dikarenakan pemerintah terkesan buta-tuli, namun tidak bisu karena pandai mengumbar janji. Pemerintah juga tidak memihak pada kepentingan rakyat, banyak kebijakan yang diambil demi kepentingan pribadi dengan tujuan memperkaya diri dan tidak sedikit kebijakan yang terkesan terburu-buru dan pada akhirnya menambah daftar panjang koruptor di Indonesia. Apalagi pemerintah pada era itu banyak dikuasai oleh tentara, selama 32 tahun rakyat hidup di bawah tatanan militer dan demokrasi palsu.

Reformasi dapat tercipta karena orang-orang mendambakan pembaharuan di berbagai bidang, baik politik, sosial, ekonomi, dan kebebasan bersuara tanpa takut dibalas todongan senjata oleh penguasa dan menghapuskan statement runcing ke bawah tumpul ke atas. Tidak berhenti di situ, perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk dengan adanya KKN yakni kolusi, korupsi dan nepotisme yang merajalela hingga di lapisan terbawah karena diprakarsai oleh pentolan-pentolan pada era itu.

Hal ini lantaran demokrasi yang semakin hari semakin redup dan pemangku kebijakan yang lapar dan serakah. Ketidakadilan inilah yang akhirnya membawa Indonesia memasuki babak baru, yakni era Reformasi pada tahun 1998 yang dipelopori oleh mahasiswa dan beberapa kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.

Apa yang terjadi saat Reformasi?

Usaha Reformasi dilakukan oleh banyak kelompok-kelompok yang berkontribusi di dalamnya. Namun terjadi dilema gejolak perselisihan antar kelompok, di mana satu sama lain merasa paling dominan dan menimbulkan perdebatan di antara mereka dan melupakan usaha bersama dalam meruntuhkan orde baru.  Seperti kelompok mahasiswa yang merasa mereka adalah penggagas utama gerakan Reformasi. Dan kelompok Elit merasa perannya vital, karena merekalah yang secara langsung terlibat dalam upaya perbaikan birokrasi-administratif pemerintahan.

Sebab itulah, banyak suara sumbang terdengar di mana-mana tak lama Suharto dilengserkan. Tanda muramnya potensi reformis mulai terlihat ketika Trisula Reformis; Megawati, Gus Dur, dan Amien Rais terlibat dalam pembagian kekuasaan dan saling sikut satu sama lain.Tak hanya itu dua kelompok mahasiswa yakni kiri (Sosialis-moderat) dan kanan (Islam konservatif) yang sebelumnya menemukan tujuannya bersama untuk menggulingkan orde baru pun lupa dan saling sinis antara satu dengan yang lainnya

Kompak dalam menggulingkan Orde Baru tapi tidak satu visi misi dalam Reformasi itulah yang menyebabkan mengapa tokoh-tokoh reformis terlihat gagal dalam membentuk tatanan reformasi yang ideal. 

Setelah puluhan tahun hukum dimanipulasi demi kepentingan penguasa, kini hukum telah menjadi payung andal bagi segenap rakyat Indonesia. Namun beberapa tahun ke belakang banyak peristiwa yang nilai-nilai reformasi bergeser dan hampir menyerupai era orde baru dengan menciptakan undang-undang yang menguntungkan penguasa. 

Seperti yang kita tahu beberapa peristiwa terjadi, mulai dari pengesahan UU Omnibus Law yang mana banyak publik tidak menyepakatinya ataupun pelemahan KPK yang sejatinya KPK lahir dari reformasi itu sendiri. 

Reformasi dan keberlanjutannya

Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan era Orde Baru, Daud Jusuf, pernah menulis opini di harian Kompas pada 2007 silam yang berjudul ‘untuk apa reformasi?’. Dia menyinggung  bahwa reformasi adalah sebuah kesia-siaan apabila pemimpin tidak menjawab panggilan tugasnya, yakni menciptakan harmoni politik dan ekonomi demi kebajikan keduanya. Harmoni inilah yang  dicita-citakan para reformis, bukan seperti harmoni yang dibuat-buat orde baru, namun sesungguhnya lahir dari nilai-nilai demokrasi yang utuh dan dapat diimplementasikan dengan benar. 

Reformasi masih terus berlanjut dengan segala dinamikanya, meski ketimpangan, ketidakadilan, dan pemerataan yang belum terealisasi secara ideal, kita sebagai kawula muda dapat mengambil andil sesuai dengan peran di bidang yang masing-masing kita geluti. Menjadi reformis muda yang bergerak dan berkontribusi bagi negeri.

Penulis : Jutia Kharisma (Reporter Konstantinesia)
Editor : Muhammad Rangga 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak