Menilik Sudut Pandang Mahasiswa Indonesia Mengenai Pendidikan di Turki

source: Dreamstime.com
 source: Dreamstime.com

“Kuliah di Turki itu buat belajar ilmu dan kehidupan, bukan buat berwisata.
Rausan Fikri Alfarizi, Mahasiswa Matematika, Universitas Çanakkale. 

Turki menjadi salah satu negara yang paling banyak dituju oleh pelajar Indonesia untuk melanjutkan pendidikannya. Terhitung hingga Desember 2021, mahasiswa Indonesia di Turki mencapai 2.573 yang tersebar di 14 wilayah kota Turki, menurut artikel alfatihstudentcenter.com yang berdasar pada laman resmi turki.ppi.id

Hal tersebut menjadi suatu hal unik yang dapat kita bahas bersama, mengapa Turki dapat menjadi negara yang banyak diminati pelajar Indonesia dari segi pendidikan? Apakah Turki memang memiliki kualitas pendidikan yang baik atau ada faktor lain yang memengaruhinya?  Ada beberapa pernyataan yang biasanya dilontarkan oleh mahasiswa Indonesia di Turki tentang bagaimana gambaran tentang pendidikan di Turki, seperti ini contohnya: “Turki menyediakan banyak beasiswa dari pemerintah, negara yang memiliki biaya hidup yang murah, terletak di antara 2 benua, yakni Asia dan Eropa, penduduknya yang mayoritas beragama Islam, memiliki 4 musim dalam setahun, dan memiliki kualitas pendidikan yang berstandar Eropa.”

            Tidak hanya secara personal, beberapa artikel yang menyoal pendidikan di Turki tidak jarang menyelipkan informasi-informasi senada. Namun, dalam realitanya apakah benar seperti itu? Apa iya kualitas pendidikan Turki yang katanya berstandard Eropa itu, benar-benar oke? Ehhmm… Saya akan mengupas secara singkat yang mana beberapa informasinya bersumber dari dua orang mahasiswa Indonesia yang sudah cukup lama berkuliah di Turki.

        Pada faktanya Turki memang  memiliki sistem pendidikan yang memang berstandard Eropa, yakni mengikuti sistematika Bologna Process. Biaya pendidikan di Turki juga dikenal terjangkau, uang kuliah per- semesternya dimulai dari 2 juta hingga 5 juta-an (Tergantung universitas dan jurusan) dan hampir seluruh universitas di Turki tidak menerapkan uang pangkal atau uang gedung layaknya di Indonesia. Sehingga mahasiswa hanya dibebankan uang per-semester. Kedua hal tersebut yang memungkinkan menjadi daya tarik pelajar untuk melajutkan kuliahnya di Turki.

         Akan tetapi dalam menjalankan kehidupan sebagai mahasiswa pada nyatanya tidak semudah itu, ada banyak hal-hal lain yang mengitarinya mulai dari kehidupan domestik pelajar itu sendiri hingga ekosistem keilmuan yang ada. Dua aspek penting tadi seringkali luput dari penglihatan pelajar yang akan belajar ke Turki, sehingga  sudah menjadi kabar yang tak asing, jika ada mahasiswa Indonesia yang berhenti kuliah di tengah jalan karena belum benar-benar mengerti apa tujuannya kuliah ke Turki atau menjadikan kuliah di Turki hanya sebagai tempat berwisata dan memandangnya melalui kacamata turis, bukan tempat menimba ilmu.

        Bicara soal ekosistem keilmuan yang ada di Turki, meskipun sistem pendidikannya telah memakai Bologna process, yang berstandar Eropa. Menurut Salsabila, mahasiswi semester empat Jurusan Biologi Ömer Halisdemir Ãœniversitesi. Sayangnya pada realitanya sistem pendidikan yang berlangsung masih sangat konvensional. Banyak dari universitas di Turki kurang memberi ruang bebas untuk saling  berdiskusi dua arah antara dosen dan mahasiswa, hal ini mengakibatkan sempitnya area untuk menyatakan kebebasan berpendapat bagi mahasiswa. 

Salsabila juga menerangkan, bahwasanya beberapa kampus di Turki memiliki sistem penilaian yang hanya mengutamakan nilai ujian sebagai penentu IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang mana ditentukan hanya berdasarkan dari nilai ujian seperti UTS (Ujian Tengah Semester) dan UAS (Ujian Akhir Semester) keaktifan, kehadiran, dan karakter atau budi pekerti mahasiswa tidak menjadi perhitungan dalam penilaian. Kebijakan tersebut pun kontradiktif dengan makna ilmu itu sendiri. Yang mana seperti kita ketahui, ilmu bukan hanya sebatas apa yang disampaikan dosen kepada muridnya atau nilai yang diperoleh, namun juga bagaimana para muridnya dapat berpikir dan tercerahkan dengan ilmu yang dipelajarinya dan proses dalam mendapatkannya. Lebih dari itu, sebuah ilmu semestinya dapat dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Belum lagi mahasiswa asing yang dituntut untuk menguasai bahasa Turki yang mana menjadi suatu keharusan di beberapa universitas di Turki, sebab hampir semua jurusan memakai pengantar bahasa Turki. Meskipun hal ini merupakan kelebihan yang dimiliki masyarakat Turki di mana jiwa nasionalisme yang kuat terlihat betul. Namun sekaligus kekurangan juga bagi mereka, yang dapat mendorong kemunduran bagi bangsa mereka sebab keterbatasan masyarakat Turki dalam berbahasa asing, melihat pada faktanya ruang diskusi yang ada di Turki jarang sekali ditemukan yang menggunakan bahasa Inggris, jauh berbeda dengan di Indonesia yang sudah begitu marak diskusi-diskusi terbuka multilingual.

Rausan Fikri, salah satu mahasiswa di kota Çanakkale, menambahkan soal sistem pengajaran di bangku kuliah. Dia mengatakan bahwa sebagai guru yang baik, maka seharusnya bisa “memeluk” layaknya orang tua yang mendidik anaknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Banyak dosen pengajar di Turki yang kurang sabar dalam mendidik mahasiswa. Definisi guru untuk mendedikasikan dirinya sepenuhnya dalam mengajar dan mendidik belum begitu terasa hangat di kalangan mahasiswa.

Meski begitu, banyak mahasiswa Turki yang memiliki tujuan besar dan semangat dalam belajar hal ini bisa dilihat ketika minggu-minggu ujian berlangsug, perpustakaan kota atau kampus sering penuh diisi oleh mahasiswa yang belajar untuk ujiannya bahkan di antaranya ada yang sampai bermalam di perpustakaan. Hal ini mungkin bagian dari implikasi dari ‘pendahulu’ orang-orang Turki yang begitu ambisius menaklukkan “Apel Merah” di masa kesultanan Utsmani. Mereka juga tak segan untuk bergaul dengan mahasiswa internasional, melihat faktanya sekarang mahasiswa asing dari beragam negara berdatangan untuk berkuliah di Turki.

Pesan yang disampaikan oleh  Salsabila untuk anak-anak Indonesia yang ingin melanjutkan studinya di Turki  yang pertama tentukan “Why” kita sebelum memutuskan berkuliah di Turki, apa yang menjadi basis untuk melanjutkan kuliah di Turki, yang pasti basis atau alasannya harus yang berkaitan dengan tujuan keilmuan bukan yang beralasan wisata semata. Problematika kuliah di Turki yang disajikan di atas akan terasa jauh lebih berat jika tak mampu mempertimbangkannya dengan baik, dengan berkuliah di luar negeri artinya kita dipaksa untuk belajar bertumbuh dewasa sebab beban yang ditanggungkan tidak hanya belajar untuk kuliah namun juga harus mampu berurusan dengan lingkungan dan kultur yang sangat beda, belum lagi kebutuhan domestik yang juga menjadi bagian dari kehidupan; membayar rumah, listrik, air, dan gas secara mandiri (jika yang memilih tinggal di rumah/apartemen) Sehingga kuliah di Turki bukan hanya sekadar ajang berintelektualitas saja namun juga melatih dari segi mental dan fisik.

Oleh karena itu, Salsabila juga menyarankan kepada pelajar yang akan kuliah ke Turki untuk lebih banyak riset terkait persoalan pendidikan yang akan dipilih dan perkuat tujuan menempuh pendidikan di Turki. Mengingat, menentukan pilihan tempat untuk studi bukan hanya dilihat dari segi kualitas lembaga atau negara saja, namun juga kelemahan yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan hingga dapat menyesuaikan dengan kesiapan diri kita masing-masing.

Penulis: Aisyah Nur Rafidah
Editor : Nadia Alifia Murtafi’ah dan Salsabila A.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak