Simposium
Amerika Eropa Portugal Permira (SAEGALA) merupaka kegiatan simposium tahunan
terbesar se-PPI Dunia yang dilaksanakan oleh PPI Portugal dan Permira (Rusia) yang
juga sebagai tuan rumah dan Dewan Panitia. Kegiatan simposium dilaksanakan pada
tanggal 25-26 Juni 2022. Simposium ini
adalah yang ke-9 yang mana Turki sendiri pernah menjadi tuan rumah di tahun
pertama dan ketujuh selama simposium pernah dilaksanakan.
Kegiatan ini bertujuan untuk melanjutkan tradisi jangka
panjang untuk memacu ide-ide inovatif dari mahasiswa Indonesia yang belajar di
luar negri kawasan amerika dan eropa, untuk ditransformasikan ke dalam
implementasi jangka menengah dan panjang. Melihat potensi-potensi yang bisa
dimanfaatkan seperti UMKM, teknologi digital, kelautan, pertanian, pendidikan
dan aspek lainnya.
“Saat
ini, Indonesia sedang memasuki revolusi industri 4.0 yang membuka peluang
sekaligus tantangan besar untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Pada saat
yang sama kita memasuki masa bonus demografi dan kini ekonomi dunia sedang
beralih episentrumnya ke Asia.” Ujar Direktur jenderal Pendidikan
Tinggi Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D.,
dalam pembukaan simposium SAEGALA.
Berdasarkan data statistika, pendidikan di Indonesia pada
tahun 2020 mencapai standar GER (Gross Enrolment Ration) yaitu 32% dengan
target 37% pada tahun 2024. Capaian ini merupakan suatu hal yang belum bisa
kita banggakan, karena berdasarkan fakta dari perkataan Prof. Nizam bahwa
jumlah mahasiswa yang ada di Indonesia adalah 9 juta dengan persentase
mahasiswi lebih banyak 56% dan 1/3 dari 9 juta tersebut berada pada usia 19-24
tahun. Sedangkan, menurut data dari sensus penduduk 2020 jumlah penduduk dengan
usia 19-24 tahun berada pada kisaran 22 juta orang, dari sini kita dapat
menyimpulkan bahwa masih banyak anak-anak Indonesia yang belum atau tidak bisa
melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi.
Akan tetapi, jika dilihat dari sisi bonus demografi,
Indonesia memiliki potensi yang tinggi untuk dapat mewujudkan Indonesia yang
lebih baik, pasalnya persentase usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia
mencapai 70,72%. Hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi Indonesia,
melihat kita semua dengan perlahan sudah memasuki era revolusi industri 4.0 yang
menjadikan manusia memiliki keunggulan yang tinggi dalam potensi di bidang
industri, apalagi mayoritas pelakunya dari kalangan usia produktif.
Prof. Nizam juga memaparkan bahwa dampak dari revolusi
industri 4.0 adalah Indonesia merupakan negara yang menghasilkan 5 dari 10 unicorns di ASEAN dalam bidang ekonomi
digital. Ribuan digital startups
menjamur setiap tahunnya. Bukti penguatan ekosistem startup dan dalam bidang wiraswasta adalah adanya Grab, Gojek,
Tokopedia, Traveloka, Ovo, Bukalapak, dan masih banyak lainnya.
Jika masyarakat Indonesia ingin melihat dan mempelajari
lebih jauh terhadap dampak dari transformasi digital, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia akan berkembang lebih pesat, karena kemampuan dalam persaingan
teknologi di dunia merupakan salah satu kunci penting. Mengapa bisa begitu?
Karena pandangan dunia tentang masa depan, teknologi akan menguasai berbagai
bidang yang ada, akan banyak pekerjaan yang digantikan oleh robot pintar,
sistem dan mesin pintar yang di mana secara pengerjaan jauh lebih efektif. Transformasi
digital memiliki kelebihan tersendiri secara individual, masyarakat memiliki
akses untuk memperkaya pengetahuan online,
terkoneksi secara global, dan mampu menjalankan bisnis online. Transformasi digital
membawa pengaruh besar untuk kita, seperti youtuber atau vlogger, tambah
Prof. Nizam.
“In Indonesia: 23 million jobs will be replaced by automation by 2030. Opportunities for 27 -
46 million new jobs can be
created 10 million of which had
never existed before.” Ini merupakan dampak dari revolusi industri 4.0 untuk
menciptakan lapangan pekerjaan ke depannya. Lapangan pekerjaan ini meliputi
pekerjaan konstruksi, pabrik, kesehatan, e-transportasi, retail, dan logistik. Namun, tantangan yang harus dihadapi oleh
masyarakat Indonesia adalah ketertarikan diri untuk mempelajari keahlian baru
dan mau untuk berkompentensi secara ketat mengingat persaingan kita adalah secara
global, tidak hanya nasional saja. Keahlian yang juga harus dikuasai adalah adaptive, agile learners, self directed,
entrepreneur, complex problem solver, digital literacy, multi-disciplinary, dan
global citizenship.
Kementrian Indonesia memiliki solusi untuk kita semua, para
generasi emas 2045 melaului program-program pendidikannya, yakni salah satunya
Kampus Merdeka. Kampus Merdeka memiliki kebijakan Emancipated - Experiential Learning, yaitu 8 sarana kegiatan di
luar kampus yang dapat mengembangkan keahlian mahasiswa dalam menghadapi
persaingan global. Sarana-sarana tersebut meliputi pertukaran pelajar yang
hingga saat ini ada sekitar 1.500 mahasiswa Indonesia yang berangkat dan lebih
dari 70 perguruan tinggi luar negeri yang bekerja sama dengan Indonesia, ada
juga program magang dengan jumlah sekitar 15.000 mahasiswa yang terlibat,
asisten pengajar, riset, projek kemanusiaan, aktivitas kewirausahawan, projek
mandiri, dan kuliah kerja nyata(KKN).
Implikasi dari adanya kegiatan ini bisa menjadi salah satu acuan dalam meningkatkan hard skills, soft skills, life skills, network, experience, portofolio yang kemudian dapat menghasilkan beberapa outcome yakni, menciptakan generasi yang profesional di bidangnya, seperti sociopreneur, entrepreneur, scientist, birocrat, politician, dan lain sebagainya. Selama pemerintah dan rakyat mau berkompromi untuk berkontribusi dalam bidangnya masing-masing, maka sustainable development yang diharapkan bersama akan segera terwujud dengan baik. Sebab rakyat butuh pemerintah, pemerintah butuh rakyat.