Buya Syafii Maarif, Cendikiawan Muslim dan Guru Bangsa Teladan Bagi Kawula Muda

Hariane.com

Beberapa waktu yang lalu masyarakat Indonesia telah kehilangan sosok generasi terbaik bangsa, Ahmad Syafii Maarif. Tokoh yang lahir di Sumpur Kudus, Minangkabau pada 31 Mei 1935 ini wafat di umur 87 tahun. Buya Syafii memulai dunia pendidikan di Sekolah Rakyat Sumpur Kudus. Lalu melanjutkan pendidikan agama di Madrasah Muhammadiyah, diiringi pendidikan Qur’an di surau pada malam harinya.

Sedari kecil Buya Syafii, sapaan akrabnya, telah menunjukkan kecerdasan dan ketekunan di dunia akademik, dia berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya selama 5 tahun saja dan berhasil mendapat gelar sarjana muda di Universitas Cokroaminoto Surakarta. Setelah itu, melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar doktorandus di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Syafi’i lahir dari keluarga yang sederhana, oleh karena itu semasa kuliah dia juga harus bekerja dan pernah menjadi buruh, penjaga toko kain, juga membuka usaha toko kecil. Meskipun dengan segala keterbatasan ekonom yang menerpanyai, hal tersebut tidak menghalanginya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini juga menekuni ilmu sejarah dan mengambil program Master di Universitas Ohio, AS. Tak berhenti di sana dia juga berhasil meraih gelar doktor di Universitas Chicago, AS, dengan disertasi: Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.

Sebagai seorang mahasiswa yang haus akan ilmu, Buya Syafii aktif berdiskusi dan intensif mengkaji Al-Quran bersama Fazlur Rahman yang dikenal dengan tokoh pembaharu pemikiran Islam di Amerika Serikat. Dia juga kerap melakukan diskusi ilmiah dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang bersama-sama menjalankan pendidikan doktoral. Sepulang dari Amerika, dia sempat menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah dan membangun komunitas Maarif Institute.

Banyak dari pemikiran-pemikirannya yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Di antara karya-karyanya, membahas seputar masalah-masalah Islam adalah Dinamika Islam, Membumikan Islam, dan Islam dan Masalah Kenegaraan. Selain itu, Buya Syafii juga memiliki karya yang cukup fenomenal berjudul Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita  (2010). Dalam karyanya ini Buya Syafii secara jelas mengungkap ancaman kekerasan oleh kelompok Islam tertentu di Indonesia, dia menyebutnya sebagai “Preman Berjubah.” Serta masalah penggorengan isu yang berkaitan dengan politik identitas yang kian marak di Indonesia. Ada juga karya yang tak kalah fenomenal lainnya, berjudul Islam Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Umat (1997), dalam buku ini Buya Syafii Maarif menyajikan argumen terhadap Islam sebagai doktrin yang bertentangan dengan perubahan ruang dan waktu. Atas karya-karyanya tersebut dia mendapat penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.

Sosok cendikiawan muslim seperti Buya Syafii telah menginspirasi banyak orang, mulai dari generasi tua hingga generasi muda Indonesia. Ketekunan dan kegigihannya dalam mencari ilmu dan terus berkarya menjadi saksi abadi yang akan terus hidup. Nasihat dan pesan-pesannya yang damai serta menyejukkan bagi orang-orang yang mendengar dan membacanya. Akhirnya, kita sebagai generasi muda lah yang harus melanjutkan perjuangan serta mimpi-mimpi yang belum sempat terealisasikan; menjadikan Indonesia sebagai negeri yang sejahtera. Ada satu pesan dari Buya Syafii Maarif yang dapat menjadi refleksi bersama bagi kita, kawula muda. “Yang muda-muda harus mengerti betul persoalan bangsa berbasis data. Banyak membaca dan ikut terlibat membenahi negeri.

 

Penulis : Shobrun Jamil (Redaksi Konstantinesia)

Editor : Muhammad Rangga 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak