Di siang
hari yang terik aku mendapati ibu sedang duduk sambil menjahit di ruang tengah.
Biasanya di hari libur aku jarang keluar, hanya bersantai bersama adik atau
menemani ibu di rumah.
“Ibu, aku
mau cerita, kakak kelasku ada yang kuliah di Turki. Dia dapet beasiswa lohh..
Hebat yaa.“ ucapku sembari mendekati ibu.
“Wahh… Hebat
yaa. Kamu pasti bisa juga seperti dia, kuliah di tempat yang kamu inginkan. Ibu
selalu mendukung apapun yang terbaik untukmu. ” Sahut ibuku sembari
menyunggingkan senyum manisnya.
“Ibu janji yaa...
Selalu ada buat Raina.” Mataku terpaut
oleh mata ibu yang sendu. Tidak ada yang lebih baik dari apapun selain bersama
ibu dalam suka dan dukanya menjalani kehidupan
“Iya, Nak. ”
Sambil membalas pelukanku dengan erat. Enggan untuk melepaskannya.
Beberapa
tahun kemudian ibu jatuh sakit yang cukup parah hingga akhirnya ajal
menjemputnya. Ibu pergi secara tiba-tiba, bahkan aku pun tidak pernah diberi
tahu soal penyakitnya. Jujur saja, cukup membuatku terluka dan sedih yang amat sangat
mendalam di saat yang bersamaan pula berita kebahagiaan datang, aku telah
diterima di universitas Turki tepat di hari ibu meninggalkanku.
Setelah
kepergian ibu rasa sedih dalam diri masih sangat membekas terasa bahkan sampai
di titik membuat aku dan kakak tidak rela ditinggalkan olehnya. Di situasi yang
cukup sendu kakak dan ayah selalu memberi dukungan untukku agar terus menjaga
semangat dalam mempersiapkan keberangkatan kuliah ke Turki.
“Nak, Ibu memang
sudah meninggalkan kita namun, dia sudah tenang di alam sana . Kita tidak boleh
sedih berlarut. Hidup terus berlanjut kita harus bisa melepaskannya dengan
ikhlas.” Ayah memberikan nasehat kepada aku dan kakak. Aku hanya bisa
mengangguk dan memandangi wajah tirusnya, yang kasar dan letih. Walaupun dengan
rasa sakit yang sama, ayah masih berusaha memberikan cinta dan dukungan
terhadap anaknya. Aku tahu bahwa dari sini adalah sebuah awal cerita untuk
mencapai mimpi-mimpiku.
Setelah
kepergian ibu beberapa bulan, aku masih sibuk mempersiapkan diri untuk
berangkat kuliah ke Turki yang mana merupakan salah satu mimpi ibu. Ingin
anak-anaknya bersekolah tinggi. Hingga akhirnya hari keberangkatanku tiba.
Seluruh
persiapan keberangkatan hampir semuanya aku yang menyiapkannya sendiri. Di hari
kebarangkatan aku untuk melanjutkan sekolah ayah dan kakak mengantarkannya,
rasa sedih masih terus mengudara mataku tak kunjung kuat menahan buliran air
mata yang memaksa untuk keluar. Memeluk erat ayah hingga tak kusadarkan air
mataku deras jatuh. Seharusnya hari ini ibu bisa melihat anaknya berangkat
kuliah di negara orang dengan beasiswa penuh, persisi seperti mimpinya.
Beberapa jam
kami telah lewati untuk sampai ke negara yang kaya akan sejarah. Perjalanan
terasa menyenangkan karena aku bertemu teman-teman baru yang sangat baik
“Alhamdulillah
ya, kita sudah sampai di Istanbul” ucapku sambil menghela napas
“Iya nih, omong-omong
orang Turki ganteng-ganteng ya sama cantik banget” bisik salah seorang temanku dengan
bumbu gelak tawanya.
Aku hanya
tersenyum melihat tingkah laku lucu itu. Ya, betul sekali, mereka mempunyai
alis yang tebal dan hidung yang tinggi seperti menara, mata yang berwarna
warni, sangat indah sekali. Mereka seperti campuran wajah Eropa, Asia dan juga Arab,
nyaris terlihat sempurna. Selain
orang-orangnya yang terlihat indah pemandangan kota Istanbul juga tidak kalah
menawan, mungkin kota ini menjadi kota tercantik yang pernah aku lihat dan
kunjungi.
Bu, Raina berhasil mewujudkan
cita-cita ibu. Sekarang Raina sudah di Turki dan akan melanjutkan kuliah di
sini. Gumamku dalam
hati sambil terus menatap kerumunan orang lalu lalng dan gedung-gedung tua khas
Eropa.
Seperti
halnya mahasiswa Internasional lainnya, setiap
mahasiswa yang berkuliah di Turki dan mendapat beasiswa hampirs semuanya
diwajibkan mengikuti kelas martikulasi bahasa selama kurang lebih setahun.
Bagiku bahasa Turki cukup sulit untuk dipahami tidak jarang mahasiswa asing di
sini juga mengalami kendala yang sama, yaitu terkendala di bahasa.
Hingga tak
terasa berbagai cerita dan bulan kulalui, seusai melalui beragam suka duka
dalam proses memahami salah satu bahasa tersulit di dunia ini, aku dan
teman-teman lain akhirnya memasuki ujian akhir bahasa.
“Raina, liat
pengumuman ujian udah keluar, aku lulus raiii “ujar teman dengan
melompat-lompat penuh kegirangan.
Jujur,
jantungku terus berdetak kencang dan berhenti seketika setelah melihat di list
pengumuman bahwa aku belum LULUS ujian ini, rasa kecewa terhadap diri ku dan
rasa malu yang harus aku rasakan karena mereka mempunyai ekspektasi terhadap
diriku sehingga membuat aku sedih. Mereka melihat aku murung dan tidak semangat
setelah melihat hasil pengumuman itu.
“Raina,
nggak apa-apa, semua orang itu merasakan kegagalan, dari kegagalan kita belajar
untuk menjadi lebih baik. Sebaik-baik guru itu adalah pengalaman” ujar teman ku
dengan tepukan tangan di punggung, mencoba menyemangati.
“Makasih ya,
udah selalu ada buat ku” sambung ku sambil berkaca-kaca.
“Kita udah
seperti keluarga, kita akan selalu ada untuk satu sama lain” sahut teman ku
sambil tersenyum.
Aku sangat
bersyukur mempunyai sahabat yang luar biasa baik dan perhatian seperti
keluargaku sendiri. Sungguh, membuat aku tersentuh akan perhatian mereka
terhadap persahabatan kita.
Beberapa
bulan kemudian, setelah melewati beberapa rintangan, hampir setiap hari aku
menangis di depan laptop saat belajar dan tak lupa juga dengan berdoa kepada
sang pencipta.
Hanya
bertawakkal yang aku lakukan setelah usaha aku lakukan seperti mengikuti
beberapa kursus. Ujian pun tiba, aku terus berdzikir tak henti dan hanya
berserah diri kepada sang pencipta.dan akhirnya aku LULUS ujian bahasa. Tak
lupa, aku mengadakan syukuran kecil-kecilan bersama sahabatku.
Sejak lama, aku percaya sebuah keinginan akan bisa terwujudkan jika kita memiliki keyakinan dan persiapan yang matang. Menyusun mimpi sampai mencapainya, adalah jalan yang ideal namun, yang terpenting adalah proses dan mental pantang menyerahnya yang akan membentuk kita di kemudian hari, sebab hidup tidak selalu berhasil. Itulah nasehat yang selalu ibu sisipkan di sela-sela hidupnya dan akan selalu aku ingat hingga kapanpun.
Penulis :
Nailah Sayidatul Umil
Editor :
Muhammad Rangga Argadinata