Pencapaian Rekor MURI PPI Turki, Meningkatkan Kesadaran Berbudaya Atau Sekadar Ajang Eksistensi yang Minim Substansi?

 




Hari senin 31 Oktober, 2022 Perhimpunan Pelajar Indonesia(PPI) Turki Kabinet Muda Berseri mendapatkan rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai mahasiswa Indonesia yang mengenakan busana batik serentak di depan kantor mancanegara terbanyak, kegiatan ini didukung oleh banyak pihak seperti KBRI Ankara dan hampir seluruh PPI wilayah ikut serta memeriahkan. Pencapaian tersebut memiliki artian langkah awal dalam menyadarkan pentingnya memiliki kesadaran atas budaya bangsa sendiri sekaligus menumbuhkan eksistensi di kancah internasional. Namun kiranya, maksud baik tersebut tidak cukup sampai di perayaan atau penghargaan semata, masih banyak hal-hal yang lebih esensial yang bisa dilakukan sebagai wujud kebangaan dan kesadaran atas budaya bangsa sendiri. Seringnya, secara praktikal memakai batik di negara orang punya kesan lebih nasionalis namun kadangkala perasaan ini minim timbul ketika kita memakainya di Indonesia, seperti asing dengan budaya sendiri. Sehingga dalam menyoal pencapaian ini ada beberapa sisi yang perlu diulas dan direfleksikan bersama.

Penulis melakukan wawancara dengan salah satu anggota Akademik dan Kajian Strategis (Akastrat) PPI Turki tahun 2022/2023 untuk mendengar langsung tujuan dari usaha pencapaian rekor MURI ini. Dalam wawancara beliau mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia di Turki mengenakan busana batik serempak di depan kantor mancanegara memberikan fungsi penjabaran identitas bangsa Indonesia kepada masyarakat global, karena batik merupakan salah satu dari identitas bangsa Indonesia. Selain itu, agenda ini juga dapat memberikan dukungan psikis bagi seluruh mahasiswa Indonesia yang ada di Turki bahwasanya PPI Turki dalam kegiatan ini, mampu eksis dalam kancah internasional hingga mendapatkan rekor dari MURI.

Namun, apakah eksistensi yang digaungkan bermakna manfaat bagi keseluruhan ataupun dominasi mahasiswa Indonesia yang ada di Turki?

Beliau menjawab secara tegas bahwa hal ini bisa menjadi bargaining position bagi PPI Turki, khususnya para mahasiswa Indonesia yang ada di Turki dalam melegitimasi eksistensi kita pada masyarakat global. Dari sini kita dapat menilai lebih dalam bahwa kegiatan ini juga dapat disebut sebagai soft diplomacy Indonesia di Turki. Lebih spesifik untuk menilai kebermanfaatan bagi para mahasiswa Indonesia di Turki adalah memastikan bahwa dengan pemecahan rekor MURI ini, dapat menjadi pemantik bagi para mahasiswa Indonesia untuk terus membudayakan apa yang menjadi tradisi Indonesia, sebagai semangat untuk selalu melakukan inovasi dan kreasi membawa nama harum Indonesia di negara lain, dan sebagai upaya menyatukan PPI Wilayah yang berada di seluruh wilayah Turki untuk serempak menggunakan busana batik di depan kantor ibu kota daerah masing-masing di seluruh PPI wilayah Turki. Menjaga tradisi keindonesiaan memang bisa dengan memperlihatkan eksistensi bangsa mulai dari budaya yang meliputi banyak hal seperti; pakaian khas, makanan, bahasa, dan lain-lain. Namun, hal tersebut adalah level pertama dalam memunculkan kesadaran berbudaya dan biasanya bersifat temporer jika tidak dilanjutkan dengan program-program yang sifatnya keberlanjutan. Kita perlu eskalasi dalam mewujudkan makna esensial dalam suatu hal sebab yang diperlukan bukan hanya bisa terlihat “wah” di publik tapi juga dapat bermakna dalam dan berdampak secara luas.

Perilaku Seperti Apa yang Bisa Melanjuti Eksistensi dalam Mempertahankan Kesadaran Berbudaya?

Dalam konteks organisasi perhimpunan di sini, yang mana semua pelajar tidak terpusat di satu kota atau satu universitas yang sama tidak seperti kebanyakan organisasi di Indonesia, sehingga hampir semua program dilakukan kebanyakan melalui remote/online. Dengan begitu acara-acara offline biasanya dihadiri oleh perwakilan beberapa wilayah/divisi, belum lagi pertumbuhan statistik mahasiswa yang banyak berdatangan membuat tidak semua Mahasiswa Indonesia di Turki dapat benar-benar merasakan rasa semangat atau implikasi dari pantikan kegiatan tersebut, yang bertujuan untuk membudayakan apa yang menjadi tradisi bangsa.

Untuk menindaklanjuti eksistensi yang digaungkan kita perlu cara -cara sederhana yang berkelanjutan, seperti, memaksimalkan program-program organik yang sifatnya bisa dijamah oleh semua kalangan (egaliter) misalnya, meningkatkan dan melanjuti program siniar/podcast atau webinar, kajian buku, diskusi ilmiah, yang bertema budaya. Dan juga berkolaborasi dengan beragam pihak seperti merangkul salah satu organisasi otonom yang sama-sama memilki ketertarikan dalam satu rumpun bidang contohnya,  https://endonezyaevi.com/  atau stakeholder lainnya yang bergerak di bidang sejenisya. Kesan yang didapat mungkin biasa dan jauh dari kata mewah, tetapi dalam menciptakan pemahaman publik yang menyeluruh dan benar-benar bisa tersampaikan masih perlu dilakukan upaya-upaya biasa yang berkelanjutan. Kesadaran dalam berbudaya tidak harus melulu digaungkan dengan memamerkan eksistensi dengan cara-cara yang sifatnya temporari dan minim esensi luas, eksistensi sangat bisa dipupuk dengan melahirkan nilai-nilai yang diajarkan dan disebarluaskan dengan beragam cara seperti mengubah atau menambah arus wacana publik dan paradigma mengenai cara pandang berbudaya dan hal-hal serupa bagi anak bangsa melalui berbagai medium baik visual, audio, atau tulisan yang mana tiga cara tersebut adalah cara-cara yang dekat dengan digitalisisasi yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian eksistensi yang menjadi landasan akan timbul sendiri dengan value/nilai yang dimiliki.

Terlepas dari kritikan penulis, upaya PPI Turki dan divisi terkait hingga bisa  memecahkan rekor MURI adalah capaian yang patut kita apresiasi bersama, karena hal ini merupakan inovasi dan kreasi baru, juga sebagai langkah awal dalam menunjukkan identitas bangsa Indonesia di negara lain.

Harapannya, tulisan ini juga bisa menjadi refleksi bersama dalam memandang beragam hal baik itu isu yang diangkat di sini atau hal-hal lainnya. Sikap kritisisme adalah upaya untuk menjaga keseimbangan  dalam arus pembacaan publik, kita masih dan akan terus perlu melihat sesuatu yang terjadi melalui beragam kacamata sekalipun hal tersebut bermakna positif atau bagus di kalangan mayoritas. Sebagai mahasiswa secara khusus dan manusia secara umum, kita memiliki peran besar untuk menumbuhkan pikiran kritis dalam mencermati kebijakan-kebijakan di sekitar yang nantinya akan berdampak secara personal maupun kolektif, dan manifestasi perilaku yang dilakukan bisa melalui beragam medium salah satunya tulisan.

 

Penulis: Salsabila dan Aisyah
Editor: Salsabila

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak