Komaruddin Hidayat, Menjadi Individu Berkualitas melalui Filsafat dan Studi Islam


Sumber : https://www.medcom.id/pilar/kolom/PNgxVnob-indahnya-mudik-lebaran

Di era saat ini, sebagian besar orang tampaknya masih denial terhadap hal-hal yang berbau Filsafat. Terutama bagi mereka yang kurang mendalami agama, memiliki kelemahan dalam iman, dan tidak memiliki pengetahuan tentang sejarah Islam. Ya, apabila berkaca dari sejarah, masa keemasan Islam di era Dinasti Abbasiyah di Baghdad, Irak, tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya Filsafat.

Pada zaman itu, para ulama dan penguasa tidak menentang atau menyalahkan Filsafat. Sebaliknya, mereka justru merangkul ahli-ahli Filsafat dan Ilmu Pengetahuan lainnya, baik dari dalam dunia Islam maupun luar. Sehingga tidak mengherankan bahwa pada masa tersebut, banyak guru atau pengajar di majelis ilmu yang bukan beragama Islam, bahkan beberapa di antaranya adalah atheis atau agnostik, diberi kesempatan untuk berbagi pengetahuan yang mereka miliki.

Pemikiran terbuka dan progresif seperti inilah yang kemudian membuat Islam semakin maju. Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama bisa saling berkolaborasi secara harmonis demi kemajuan peradaban.

Nah, kemudian kita tahu sendiri bahwa pada akhirnya, kejayaan Islam itu semakin meredup diakibatkan oleh mereka-mereka yang mulai mengharamkan Filsafat. Mereka menganggap Filsafat adalah pengetahuan yang sesat, tidak bermanfaat, dan merupakan proses berpikir yang sia-sia.

Padahal, dengan mempelajari Filsafat, kita akan mendapat banyak manfaat diantaranya proses berpikir yang mendalam, kemampuan menganalisis masalah, dan peningkatan  wawasan hidup agar lebih bijaksana.

Meskipun, jurusan Filsafat kurang diminati di banyak kampus, dan bahkan sering menjadi bahan gunjingan dan olok-olokan semata. Sebab mahasiswanya dianggap sebagai mereka yang sesat, berpenampilan aneh, dan melawan arus mayoritas. Namun, Filsafat selalu menghasilkan manusia-manusia berkualitas yang berkontribusi bagi peradaban di seluruh penjuru dunia.

Di Indonesia kita mengenal sosok Cendekiawan Muslim terkemuka, yakni Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Komarudin merupakan lulusan Filsafat yang berhasil membuktikan bahwa dengan mempelajari Filsafat, kita dapat menjadi individu yang berkualitas dan berdampak pada peradaban.

Komaruddin lahir di Muntilan, Magelang, pada 18 Oktober 1953. Ia sebenarnya lahir dari keluarga yang kurang mampu, namun tekad dan motivasi kuatlah yang berhasil membawanya meraih kesuksesan.

Ia mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat Negeri Pabelan 1, kemudian dilanjutkan di Pondok Pesantren Modern Pabelan, Magelang, yang selesai pada tahun 1969. Pada tahun 1971, ia kemudian menyelesaikan pendidikan selanjutnya di Pondok Pesantren al-Iman, Muntilan.

Tak hanya itu, setelah lulus dari Pondok Pesantren untuk mendalami ilmu-ilmu dasar keislaman, ia melanjutkan studi sarjana muda (BA) di bidang Pendidikan Islam lulus pada tahun 1977 dan sarjana lengkap (Drs.) di bidang yang sama pada tahun 1981 di IAIN Jakarta.

Namun, ia belum puas cukup sampai di sini. Komaruddin muda yang haus akan ilmu pengetahuan ini kemudian memilih hijrah ke Turki. Di Turki, ia melanjutkan studi Master dan PhD bidang Filsafat Barat di Middle East Technical University (METU), Ankara, lulus pada tahun 1995. Lalu di tahun 1997, Ia mendapat kesempatan mengikuti Postdoctoral Research Program di Hartford Seminary, Connecticut, Amerika Serikat, selama satu semester.

Saat ini, ia mendapat amanah sebagai Rektor di Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), kampus yang diproyeksikan menjadi pusat studi Islam internasional. Sebelumnya, ia juga mendapat amanah sebagai Rektor di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2006-2015.

Ia merupakan salah satu tokoh Cendekiawan Muslim yang cukup kompeten dan produktif dalam mengembangkan studi Islam di Indonesia. Selain itu, ia juga menjadi tenaga pengajar di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Ia dikenal cukup menguasai ilmu-ilmu keislaman, oleh karenanya ia sering diundang mengisi diskusi, ceramah, dan acara talkshow baik di televisi maupun radio.

Sumber : https://ekbis.sindonews.com/read/477412/34/istana-wapres-bantah-beri-restu-komarudin-hidayat-jadi-komisaris-bank-bsi-1625728046

Di sela-sela kesibukannya, ia masih menyempatkan waktu untuk menulis kolom di beberapa media massa. Tak hanya itu, Komaruddin juga merupakan Peneliti di beberapa lembaga kajian dan penelitian.

Nah, dari beberapa rekam jejaknya yang cukup menawan inilah, kita bisa mengulik banyak inspirasi dari sosok Komaruddinuddin Hidayat, khususnya bagi kita yang sedang menempuh studi di Turki.

Turki memang bukan tempat perguruan tinggi utama dunia berada. Bahkan, kualitas pendidikan di Turki tidak jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia. Namun, suasana dan lingkungan sosial di Turki dapat dibilang sangat mendukung bagi para pencari ilmu.

Oleh karenanya, tidak bisa dipungkiri dari era klasik hingga modern, Turki selalu hadir melahirkan tokoh-tokoh besar berpengaruh bagi peradaban di seluruh dunia. Misalnya, kita mengenal Maulana Jalaluddin Rumi, Nasruddin Hoja, Muhammad al-Fatih, dan lainnya.

Sedangkan di era kontemporer ini, sebagai orang Indonesia kita patut bangga, memiliki salah satu Guru Besar sekaligus Inspirator ulung yang rekam jejaknya tidak diragukan lagi seperti Komaruddin Hidayat.

Setidaknya terdapat empat hal yang menjadi stimulus Komaruddin untuk menjadi manusia yang bermanfaat. Pertama, lahir di desa yang penuh dengan problematika sosial. Kondisi sulit inilah yang kemudian mendidiknya menjadi manusia tangguh sejak kecil.

Kedua, kehilangan sosok ibu sejak kecil. Hal ini tentu mendorong Komaruddin kecil untuk mandiri dan tabah sejak usia dini.

Ketiga, sosok nenek yang menanamkan kearifan dan semangat hidup. Sehingga Komaruddin kemudian tumbuh menjadi pribadi optimis dan berani bersaing.

Keempat, sosok Kiai dan lingkungan sosial pesantren. Dalam hal ini, Komaruddin banyak belajar mengenai nilai-nilai Islam, sosial, dan toleransi. Dikarenakan hidup di pesantren ia tidak boleh semena-mena dan mementingkan dirinya sendiri. Di sini ia dipaksa untuk empati, simpati, dan berbagi kepada sesama meskipun berbeda latar belakang suku dan budaya.

Selain itu, Komaruddin dewasa pemikirannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh Filsafat yang ada di seluruh penjuru dunia. Apalagi Turki merupakan negara yang memiliki lokasi sangat strategis yang mengintegrasikan pemikiran, budaya, dan latar belakang dari seluruh penjuru dunia. Terutama mengintegrasikan nilai-nilai dan pemikiran Barat serta Timur sekaligus.

Dengan demikian, sebagai generasi penerus yang juga memiliki kesempatan belajar di Turki. Sudah selayaknya kita memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Dengan selalu upgrade kualitas diri dalam bidang apapun sesuai dengan minat kajian kita masing-masing. Pada akhirnya Prof. Komaruddinuddin Hidayat telah meneladankan, giliran kita yang meneruskan.


Penulis : Fikri Amiruddin
Editor : Sobrun Jamil


1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak