Tak ada yang lebih tabahDari hujan bulan JuniDirahasiakannya rintik rindunyaKepada pohon berbunga ituTak ada yang lebih bijakDari hujan di bulan JuniDihapuskannya jejak-jejak kakinyaYang ragu-ragu di jalan itu
Siapa yang tidak tahu puisi yang berjudul 'Hujan Bulan Juni'? puisi ini ditulis oleh sastrawan yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan dunia sastra di tanah air, Sapardi Djoko Damono, tokoh sastrawan yang lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada 20 maret 1940. Dalam artikel ini, kita akan membahas perjalanan hidup dan karya-karyanya yang menginspirasi kita semua.
Sapardi Djoko Damono dibesarkan dalam keluarga yang mencintai seni dan sastra, ayah dan ibunya merupakan seorang pendidik di sebuah sekolah. Dalam sebuah wawancara, Sapardi Djoko Damono menceritakan bahwa sewaktu masih kecil dia suka bermain di toko yang menyewakan buku, hal ini menjelaskan ketertarikannya kepada buku sudah tercipta di umur yang masih belia.
Saat Sapardi menempuh pendidikan SMA, ia tanpa sengaja membaca puisi karya W.S Rendra yang berjudul 'Ballada orang-orang tercinta', dan langsung jatuh cinta, juga merasa bahwa puisi adalah sesuatu yang mudah.
"Waktu membaca Chairil Anwar saya nggak paham sampai sekarang pun susah paham tapi ketika baca Rendra, eeedan, gampang banget Rendra buat dibaca,” tuturnya dalam sebuah wawancara berlangsung.
Sapardi sangat mengagumi sosok W.S. Rendra, sampai-sampai dia membuat kumpulan esai yang bertajuk 'Sihir Rendra' karena sangat menyukai sosok W.S. Rendra. Bermula dari sinilah, Sapardi bertekad untuk menjadi seorang penulis atau sastrawan seperti W.S Rendra. Selain itu, saat SMA dia juga dikatakan turut berperan aktif dalam kegiatan kesenian dan menjadi salah satu anggota klub sastra.
Banyak puisi yang diciptakan oleh Sapardi dan salah satu karya puisi yang paling terkenal adalah 'Hujan Bulan Juni' yang diterbitkan pada tahun 1972, puisi ini menjadi salah satu puisi cinta terbaik dalam sastra Indonesia dan berhasil menarik banyak perhatian sampai-sampai telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing seperti Inggris, Arab, Jepang dan Mandarin. Dalam menulis puisi, Sapardi seringkali menggambarkan tentang perasaan cinta, kehidupan sehari-hari dan refleksi diri, yang mana Sapardi memiliki gaya penulisan yang sangat sederhana namun sangat dalam dan penuh makna.
Ternyata tidak hanya puisi, Sapardi Djoko Damono juga menulis beberapa cerita pendek dan esai. Kumpulan cerpen pertamanya yang berjudul 'Darah Muda' diterbitkan tahun 1977. Berbeda dengan menulis puisi, ketika menulis cerita pendek Sapardi seringkali mengangkat tema sosial politik yang kontroversial dan panas di eranya . Esai-esai yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono juga membahas tentang sastra dan budaya Indonesia dengan sudut pandang yang unik dan kritis.Karya Sapardi Djoko Damono telah mendapatkan banyak penghargaan atas karya-karyanya, Sapardi meraih banyak penghargaan seperti Cultural Award (1978) dari pemerintah Australia, Anugerah Puisi-Puisi Putera II dari Malaysia, SEA Write Award (1986), Kalyana Kreta (1996) dari Menristek RI, Khatulistiwa Award (2004), dan Achmad Bakrie Award for Literature (2003) , selain itu beberapa karyanya seringkali menginspirasi untuk mengadaptasinya menjadi sebuah lagu serta film.
Selain sebagai penyair, tahun 1974 Sapardi Djoko Damono juga menjadi dosen dan guru besar sastra Indonesia di Universitas Indonesia. Dia telah mengajar banyak mahasiswa dan dikatakan bahwa Sapardi Djoko Damono menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin mengembangkan minat dan bakat mereka terutama di dunia sastra.
Namun pada 19 Juli 2020, Indonesia kehilangan tokoh Seniman dan Sastrawannya. Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada usia 80 tahun setelah melawan penyakit kanker yang dideritanya selama beberapa tahun. Kematian Sapardi Djoko Damono meninggalkan kesedihan mendalam bagi dunia sastra Indonesia. Namun walaupun demikian, warisannya akan selalu hidup melalui karya-karya yang ia tinggalkan.
Sapardi Djoko Damono adalah salah satu tokoh sastrawan Indonesia yang tidak bisa dilupakan. Karya-karyanya telah memberikan kontribusi besar dalam perkembangan puisi modern di Indonesia. Gaya penulisannya yang sangat sederhana beserta puisi-puisinya yang mudah dipahami oleh pembaca dari berbagai kalangan. Melalui karya-karyanya ia telah berhasil menyentuh hati banyak orang dan meninggalkan jejak yang tak akan terhapuskan dalam dunia sastra Indonesia.