Buntut minimnya pendidikan dasar sains di Indonesia: Kurangnya penerapan pola pikir ilmiah di kehidupan sehari-hari


Pendidikan hadir di kehidupan memiliki fungsi membentuk masyarakat agar bisa beradaptasi dan siap untuk berkontribusi di dalam lingkungan yang kolektif. Sekolah ada sebagai alat bantu dari tujuan pendidikan itu sendiri, di dalamnya mengadopsi kurikulum atau sistem pendidikan yang mana menjadi tolok ukur apakah pendidikan suatu negara tersebut telah mencapai tujuannya atau belum. Jika sistem atau alatnya hadir namun tidak optimal maka dampaknya akan signifikan baik secara individu maupun pada kelompok masyarakat luas.

Sempat saya singgung di artikel yang berjudul Wabah Antraks Muncul Kembali: Minim dan Lemahnya Pendidikan Sains Dasar di Indonesia mengenai pendidikan di Indonesia yang berjalan kurang optimal, menjadi  alasan tulisan ini sebagai penyambung. Perilaku individu yang menyebabkan penyakit menahun serta dampaknya yang dapat mematikan bukanlah disebabkan semata- mata atas keteledoran  personal. Melainkan sistemik, yang mana pengetahuan akan hal dasar merujuk pada apa yang terjadi adalah ilmu sains dasar belum benar-benar bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari.

Bisa jadi karena pendidikan yang optimal belum tersebar merata sehingga tidak semua masyarakat dapat mengakses pendidikan terutama pendidikan dasar sains yang baik secara mudah dan murah. Saya bukan ahli di bidang pendidikan, tapi sebagai pelajar yang sudah komplit merasakan sistem dan kurikulum Indonesia ada banyak hal yang perlu untuk menjadi refleksi bersama.

Banyak dari kita dibentuk dengan pola pikir bersekolah untuk mendapatkan kerja, punya uang dan hidup bahagia. Tidak ada yang salah dengan alur pikir dan memiliki hidup seperti itu, tapi apa iya tujuan pendidikan hanya mendapatkan hal-hal material? Bagaimana dengan tujuan pendidikan secara universal; menjadikan diri sebagai manusia yang adaptif dan kontributif bagi masyarakat luas, apakah keduanya bisa tercapai secara simultan? Jawab dalam pikiran masing-masing.

Seharusnya, keuntungan dan tujuan dari pendidikan tidak hanya dibatasi sebagai jembatan dalam mengantarkan kepada pekerjaan dan jenjang karir saja. Tetapi juga menumbuhkan diri menjadi manusia yang utuh baik secara intelektual, moril, dan sosial. Tiga hal tersebut adalah manifestasi nyata dari tujuan pendidikan yang telah disinggung di awal pembuka tulisan ini.

Mengenal pola pikir ilmiah dan pentingnya bagi kehidupan sehari-hari

Sumber: https://unsplash.com/photos/zFSo6bnZJTw

Selama saya mengenyam pendidikan dasar hingga menengah, pengajaran yang ditekankan dan yang didapatkan lebih dominan bagaimana cara  bisa lulus mata pelajaran tersebut tanpa benar-benar memahami konsep utuh dari sekian mata pelajaran yang saya pelajari.
 
Science atau pengetahuan yang dipelajari dengan cara yang kurang optimal; menghafal tanpa memahami konsep adalah salah satu kesalahan besar dalam mempelajari science. Sehingga ilmu-ilmu dasar sains dan sosial tidak bisa benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seolah-olah bersekolah dengan kehidupan nyata adalah dua realitas yang berbeda, padahal realita di samping kehidupan bersekolah adalah bentuk nyata dari kehidupan yang seharusnya bisa menjadi ladang untuk belajar dan pengaplikasian ilmu yang dipelajari.
 
Salah satu hal yang luput dari pendidikan kita adalah, science di sistem kurikulum yang belum mengajarkan secara eksplisit dan mudah mengenai pentingnya memiliki pola pikir ilmiah. Pola pikir ilmiah secara definisi adalah kerangka berpikir untuk membaca realitas melalui metode pengetahuan ilmiah. Sains yang sudah cukup populer diajarkan di lembaga pendidikan adalah sains for knowledge seperti pengetahuan sains pada umumnya seperti; fisika, biologi, kimia, matematika, sejarah, dsb bukan sains for method yang mana pola pikir ilmiah masuk dalam cakupan itu.
 
Metode ilmiah yang menjadi acuan dari pola pikir ilmiah adalah lima langkah yang biasanya kita temui ketika di pelajaran IPA dasar saat sekolah atau kuliah di semester awal; yang pertama, observasi, proses mengamati realitas (kenyataan di alam yang bisa diindra). Yang kedua, hipotesis, dugaan sementara terhadap realitas. Yang ketiga, pengujian, menguji hipotesis yang ada dengan pembuktian empiris. Yang keempat, menyimpulkan, memberi atau menarik kesimpulan dari proses pengujian. Dan yang terakhir, mengevaluasi, sains yang kita kenal selalu dilabelkan dengan istilah ‘ilmu pasti’ padahal sains adalah ilmu yang bersifat falsifiable; bebas untuk diuji apakah informasi yang dibuat salah atau tidak.
 
Sebab ilmu pengetahuan akan selalu mengikuti perkembangan zaman dari masa ke masa, jika suatu hal tersebut tidak lagi relevan maka sangat bisa digantikan dengan suatu hal yang baru. Maka dari itu, sains kurang tepat jika disebut sebagai ilmu pasti.
 
Sumber: https://unsplash.com/photos/wdBqEHzo39g

Melakukan pengujian metodologi sains tidak harus di dalam laboratorium atau dilakukan oleh orang-orang yang berada di lingkup sains. Mengadopsi pola pikir ilmiah adalah salah satu kemampuan dasar yang perlu dimiliki setiap individu. Menggunakan pola pikir ilmiah secara benar kita bisa terhindar dari hoax, informasi yang menyesatkan dan misleading, serta memantik untuk terus berpikir dengan nalar yang tertib dan kritis.
 
Kita juga terbiasa untuk tidak buru-buru menyimpulkan suatu peristiwa, semuanya diproses berdasarkan pembuktian empiris, yang berarti, sesuai dengan kenyataan realitasnya. Pembuktian empiris di sini berarti sesuatu yang dapat diindra secara langsung atau tidak oleh panca indra manusia. Contoh konkretnya, sinyal radio, meski tidak bisa dilihat tetap bisa diindra melalui alat bantu, sehingga hal tersebut bisa menjadi salah satu bukti empiris.
 
Hal penting lainnya, dengan menggunakan pola pikir ilmiah yang benar dalam kehidupan sehari-hari membuat hidup kita berjalan lebih optimal, sebab keputusan-keputusan sederhana juga dipengaruhi. Kita bisa memilih untuk hidup sehat atau tidak melalui pembuktian empiris di realitas; mana kegiatan yang bisa membawa kita kepada hidup yang lebih sehat atau sebaliknya. Dengan menerapkan pola pikir ilmiah kita juga dapat  mengetahui tindakan apa yang tepat untuk menjawab suatu persoalan atau masalah melalui pembacaan peta realitas yang akurat dan sesuai fakta.

Bagaimana caranya konsisten menggunakan pola pikir ilmiah dalam kehidupan sehari-hari?

Sumber: https://unsplash.com/photos/g-fm27_BRyQ

Berlatih. Otak kita secara evolusi memang tidak terlatih untuk berpikir secara rasional, kita lebih mengedepankan insting atau hal-hal irasional ketimbang yang perlu penalaran lebih. Sebab ongkos biologis yang dibayar memang cukup mahal, otak perlu asupan yang cukup agar bisa bekerja optimal.
 
Untuk saat ini, pendidikan di Indonesia masih sampai di tahap mengupayakan melalui perjalanan kurikulumnya yang terus berubah. Pola pikir ilmiah bisa dibentuk melalui latihan-latihan sederhana seperti mengamati berbagai macam peristiwa dan diuji kebenarannya apakah valid dengan adanya bukti empiris atau tidak. Hal tersebut nantinya akan memunculkan kesan penerapan ilmu-ilmu dasar selama bersekolah ternyata amat penting jika diimplementasikan secara benar dan tepat.
 
Karena itu, pola pikir ilmiah melalui metode ilmiah masih menjadi acuan dalam mengukur kebenaran atau tidaknya sesuatu pada alam realitas manusia sehingga melalui acuan ini kita bisa mengetahui cara yang tepat dalam penyelesaian permasalahan atau meminimalisir masalah yang terjadi di realitas. Sejatinya, inilah pentingnya peran dari pendidikan jika pola pikir ilmiah menjadi pembelajaran yang digaungkan dan diakomodir secara sistemik; menjadi alat untuk memecahkan masalah baik masalah individu maupun yang terjadi secara komunal.
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak