Transformasi Mahasiswa Indonesia di Turki: Membangun Ketertarikan Membaca, Menulis, dan Berdiskusi

Sumber : Gramedia

        Di era kontemporer ini, sebagai mahasiswa tentu kita tidak akan lepas dari yang namanya teknologi informasi dan komunikasi. Setiap hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, kita tidak bisa lepas dari barang-barang elektronik kesayangan kita: telepon seluler, laptop, atau tablet selalu mengiringi setiap langkah gerak kita.

        Adanya teknologi tersebut tentu memudahkan aktivitas kita sebagai manusia. Namun, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Banyak dari kita yang masih lalai bahkan abai pada fungsi sebenarnya teknologi. Sehingga cenderung menggunakan teknologi hanya sebagai sarana hiburan semata.

        Padahal, melalui teknologi tersebut kita bisa merawat berbagai macam ketertarikan yang mungkin saat ini mulai kurang diminati di kalangan para mahasiswa. Ya, mereka mulai sibuk dengan diri sendiri hingga mengabaikan apa yang terjadi di sekitarnya. Entah itu fenomena sosial, politik, ekonomi, hingga budaya.

        Mereka hanya peduli dengan like, komen, dan pengikut mereka di dunia maya yang sebetulnya gak penting-penting amat. Bahkan, sebagian besar tidak berdampak pada diri mereka secara langsung dalam kehidupan sehari-hari di dunia nyata.

Sumber : career-advice.jobs.ac.uk

        Nah, beberapa hal yang disebutkan di atas sekiranya menjadi penyebab mulai malasnya mahasiswa untuk berpikir dan bertindak kritis. Mahasiswa di era saat ini lebih suka main aman dan memuja pragmatisme. Mereka cenderung mengejar mati-matian nilai akademis yang sebetulnya tidak penting-penting amat ketika nanti terjun di masyarakat.

        Bahkan, beberapa rela menggadaikan waktu, pikiran, dan tenaganya hanya untuk mendapatkan nilai bagus. Oke, gak masalah, itu sah-sah saja. Nilai bagus juga diperlukan untuk memudahkan kita lulus sekaligus membahagiakan orang terdekat kita, khususnya orang tua.

        Namun, proses kita kuliah sebagai mahasiswa tidak melulu soal nilai, IPK, dan pujian dosen. Bukan itu saja, melainkan mahasiswa harus benar-benar menjadi agen perubahan. Sebab, mereka adalah calon-calon pemimpin di masa depan.

        Oleh karena itu, apa yang perlu kita lakukan sebagai mahasiswa? Lalu, tugas apa yang sebenarnya harus kita lakukan? Serta amanah apa yang sebenarnya kita emban?

Sumber : cepr.org

        Untuk menjawabnya, mari sejenak kita merenung, benarkah hanya demi nilai kita kuliah dan belajar? Tentu saja tidak, ada tugas besar yang menanti kita sebagai agen perubahan. Oleh karena itu, ini adalah amanah peradaban. Amanah dari generasi pendahulu dan penerus kita nanti yang dititipkan kepada kita, yang hidup di era saat ini.

        Karena itu, kita harus mulai bangkit dari tidur lelap kita, bangkit dari zona nyaman kita, serta bangkit dari kisah-kisah percintaan saat kuliah yang kerap kali membuatmu terluka dan terpuruk berkali-kali itu.

        Setidaknya, terdapat tiga ketertarikan yang perlu kita rawat sebagai mahasiswa. Yakni, aktivitas membaca, menulis, dan berdiskusi. Tiga hal ini memang terlihat sederhana, namun dalam praktiknya, tentu tidak semudah menerima ajakan balikan dari mantanmu itu.

        Pertama, aktivitas membaca memiliki beberapa manfaat, di antaranya menambah wawasan, menambah ilmu pengetahuan, menambah kosakata baru, dan meningkatkan kualitas literasi secara personal.

Sumber : Facebook

        Nah, karena aktivitas membaca ini penting, kemudian para mahasiswa Indonesia di Turki membuat beberapa wadah untuk menunjang aktivitas ini. Salah satu di antaranya adalah "Rumeli Education Center" yang setiap minggunya melaksanakan aktivitas bedah buku di kalangan mahasiswa Indonesia di Turki.

        Tak hanya itu, PPI Turki melalui PPI Wilayah juga hadir mewadahi aktivitas membaca ini. Di antaranya ada SATELIT (Sakarya Tempat Literasi), Bursa Literasi, dan beberapa wadah lainnya di berbagai sudut kota di Turki.

        Kedua, aktivitas menulis memiliki beberapa manfaat, di antaranya memudahkan kita untuk menuangkan gagasan. Selain itu, juga sebagai sarana berkomunikasi, mengembangkan diri, meningkatkan konsentrasi, dan tentu saja menebar manfaat bagi orang lain.

        Nah, karena aktivitas menulis ini penting, kemudian para mahasiswa Indonesia di Turki menginisiasi beberapa wadah untuk menunjang kreativitas karya dalam bentuk tulisan. Melalui PPI Turki sendiri, setidaknya terdapat 3 wadah yang bisa kita ikuti untuk meningkatkan kemampuan menulis.

        Tiga wadah tersebut di antaranya Divisi Jurnalistik, yang berfokus untuk menerbitkan berita dan artikel terkini yang berhubungan dengan aktivitas mahasiswa Indonesia di Turki. Ada juga Pusat Studi PPI Turki yang berfokus menulis buku dan artikel ilmiah sebagai bahan riset dan kajian yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa Indonesia di Turki.


        Selain itu, hadir juga "KONSTANTINESIA" sebagai salah satu lembaga otonom PPI Turki yang berfokus untuk memberikan informasi aktual, kritis, menambah wawasan, namun tetap membumi. Melalui lembaga ini, mahasiswa Indonesia di Turki bisa berkontribusi aktif untuk menulis fenomena-fenomena terkini yang layak disajikan sebagai sumber informasi.

        Ketiga, aktivitas diskusi memiliki beragam manfaat, di antaranya meningkatkan kerja sama, membangun circle mahasiswa yang kritis, meningkatkan rasa ingin tahu, dan mendorong kebebasan berpendapat.

        Dari proses diskusi ini pula, diharapkan nantinya para mahasiswa akan memiliki kemampuan negosiasi yang mumpuni, layaknya Diplomat Ulung seperti Pak Dubes Lalu Muhammad Iqbal hehe.

        Nah, berangkat dari kesadaran bahwa proses diskusi itu penting, maka para mahasiswa Indonesia di Turki memfasilitasi berbagai wadah untuk mempermudah aktivitas ini. Di antaranya ada "DIALOGUE" yang merupakan program kerja dari Pusat Studi PPI Turki yang rutin melaksanakan diskusi terkait isu-isu strategis yang berkaitan dengan Indonesia, Turki, dan Dunia secara luas.

        Selain itu, ada juga Diskusi Kebijakan Publik dan beberapa komunitas diskusi yang ada di setiap PPI Wilayah di Turki, seperti Seduh Cay Ankara, Forum Cendekiawan Istanbul, Bandirma Dialektika (BATIK),dan lainnya.

        Singkat kata, dengan merawat ketertarikan membaca, menulis, dan berdiskusi ini, diharapkan para mahasiswa Indonesia di Turki bisa menjadi pribadi yang lebih berkualitas. Bukan sekadar mahasiswa yang hanya fokus pada nilai akademik semata.


Penulis: A. Fikri Amiruddin Ihsani
Editor: Baira Rahayu


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak