Konflik Palestina-Israel : Tuntut Kemerdekaan Palestina


Memasuki hari ke-15 perang Israel-Palestina, sejak Hamas melancarkan serangan kejutan dan serangan besar-besaran menerobos masuk tembok blokade Israel. Operasi ini dinamai Operasi Badai Al-Aqsa. Yang mana menjadi invasi terbesar, yang dilancarkan oleh Hamas sepanjang konflik Palestina-Israel. Setidaknya 700 warga Israel(1) (sipil/militer)  menjadi korban jiwa akibat serangan tersebut. Perdana Menteri Israel, Netanyahu, secara resmi mendeklarasikan perang sebagai balasan atas serangan Hamas. Serangan balasan ini dinamai Operasi Pedang Besi.

Kenapa Hamas melancarkan serangan kepada Israel?

1. Penderitaan Hidup bertahun-tahun dari balik ‘Penjara

Perlu diketahui bahwa Gaza merupakan kota dengan luas hanya 45 km², namun menanggung populasi 2 juta jiwa dan sejak 2005 Israel membangun tembok pemisah. Dunia menentang tindakan Israel, karena merupakan sebuah kejahatan kemanusiaan dengan memenjarakan warga Palestina.

Latar belakang pembangunan tembok pemisah adalah sejak 1989 Palestina menyerukan aksi bom bunuh diri untuk melawan Israel. Lalu, tahun 1994 gelombang bunuh diri pertama kali ditujukan kepada warga sipil. Peristiwa gelombang bunuh diri memuncak pada tahun 2002 pada saat Intifadah ke-2. Atas alasan ini Majelis Internasional menganggap inisiasi pembangunan tembok pemisah adalah cara yang sah untuk pertahanan diri.

Tembok pemisah Israel menuai kritik dari warga Palestina, kelompok HAM, dan anggota komunitas internasional. Menurut mereka, tujuan Israel membangun tembok ini bukan untuk melindungi diri, melainkan sebagai dalih untuk mencaplok tanah Palestina. Sebab, tembok ini dibangun hampir mengelilingi beberapa kota di Palestina. Sekitar 20 persen mengikuti garis gencatan senjata(2). Warga Gaza diisolasi dari pasokan listrik, air, dan bantuan kemanusiaan di balik tembok pemisah tersebut.

2. Pesan kepada Negara Arab

Sumber: facts.net
Meskipun kita tidak dapat memastikan mengapa Hamas memilih untuk meluncurkan serangan ini sekarang, kita tahu bahwa ada sejumlah latar belakang kondisi - termasuk tidak hanya pendudukan yang sedang berlangsung tetapi juga lonjakan konflik baru-baru ini di Yerusalem dan Tepi Barat, pemerintah sayap kanan Israel, dan negosiasi Is#rael-Saudi tentang normalisasi hubungan - yang membuat situasi menjadi mudah terbakar(3).

Hubungan antara kedua negara dibentuk dalam kerangka struktural yang melampaui komponen Palestina. Namun pada akhirnya, para elit akan mempertimbangkan bahwa Palestina adalah geografi yang sensitif bagi setiap orang Arab dan Muslim, dan mereka perlu mempertimbangkan hal ini secara lebih intens sebagai akibat dari kejadian-kejadian yang terjadi baru-baru ini (Düz Sibel). 

Tinjauan Hukum Kemanusiaan Internasional

Jumat, 13 Oktober, melalui Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, Israel mengultimatum warga sipil untuk keluar dari Gaza dan berpindah ke arah selatan dalam waktu 24 jam(4). Kepala kantor media Hamas, Salam Marouf, mengatakan bahwa itu merupakan berita palsu dan hanya untuk menyebarkan ketakutan dan dampak psikologis(5). Seruan evakuasi seperti ini merupakan sebuah usaha pembersihan etnis(6).

Meskipun Israel tidak menduduki secara langsung wilayah Gaza, namun sejak 2007 Gaza hidup dibawah blokade Israel. Rentetan serangan balasan Israel atas invasi militer Hamas telah melampaui asas membela diri dan membawa banyak pertimbangan hukum.

Sumber: scroll.in
Menjadi penting untuk membahas banyak masalah hukum seperti hak dan tanggung jawab pihak Palestina dan Israel dalam konteks hukum internasional dan legalitas tindakan dan metode mereka. Namun, isu hukum yang paling krusial adalah penentuan batas-batas sejauh mana Israel menggunakan haknya untuk membela diri(7).

Bagi Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara pendukungnya Hamas dinyatakan sebagai kelompok teroris. Hamas merupakan pasukan paramiliter yang konsisten menyerukan perlawanan terhadap pendudukan Israel di Palestina. Hamas didukung banyak negara-negara Islam karena asas yang dijunjung kelompok ini adalah gerakan jihad dan menuntut hak atas tanah yang mereka diami selama bertahun-tahun. 

Sangat disayangkan, di dalam internal Palestina sendiri terjadi perbedaan mencolok antara Presiden Mahmoud Abbas (Faksis Fatah) dengan kebanyakan masyarakat Palestina terutama Gaza. Ada dua kelompok yang menjadi aktor utama di Palestina; Hamas dan Fatah. Berbeda dengan Hamas, Fatah berideologi lebih sekuler. Terlihat dari metode yang dikedepankan, Fatah lebih mengedepankan diplomasi dan menghindari perpecahan.

Dalam sejarah Palestina, Hamas pernah memenangkan pemilu, namun hasil ini tidak diakui oleh AS dan negara-negara Eropa bahkan Hamas justru diboikot dengan tujuan agar rakyat menderita dan meminta Abbas memimpin. Akan tetapi rakyat Palestina pro Hamas bersedia menderita karena melihat Hamas lebih tulus dan islami dibanding Fatah yang sekuler. Alasannya sederhana, Israel bisa mendominasi Fatah sedangkan kepada Hamas, tidak ada pilihan lain selain menghancurkan kelompok tersebut.

Reaksi Dunia Internasional dan Resolusi Konflik Palestina-Israel

Sumber: cihrs.org
Perang Israel-Palestina yang semakin memanas dimana belum pernah terjadi sebelumnya situasi yang separah ini, telah mengorbankan banyak warga sipil, termasuk bayi dan anak-anak. Meski sulit memprediksi kapan situasi ini berakhir, yang bisa dipastikan adalah jumlah korban dan penderitaan yang terus meningkat.

Apa yang sebenarnya dilakukan Hamas dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan atas pendudukan Israel, blokade tidak manusiawi dan aneksasi terhadap Palestina. Hamas dan masyarakat Palestina hidup dengan kondisi semakin terjepit sedangkan dunia hanya sibuk berbicara tentang omong kosong two-state solution. Di situasi sebelumnya keberpihakan dunia semakin kendur dan banyak negara tetap menjalin hubungan dengan Israel termasuk Arab Saudi yang justru melakukan normalisasi.

Hakan Fidan, Menteri Luar Negeri Turki mengatakan “Apa yang terjadi di Gaza membuka mata kita untuk melihat bahwa pembicaraan tentang kemerdekaan Palestina adalah kosong dan tidak menghasilkan apa-apa. Sudah saatnya semua penderitaan bagi Palestina berakhir.”

Aksi protes, kecaman terhadap Israel dan AS terjadi di berbagai negara. Bahkan masyarakat dari negara-negara yang menyatakan dukungannya kepada Palestina turun ke jalan menuntut para pemimpin dunia segera mengambil keputusan bagi Palestina dan menghukum Israel. Berharap tidak ada babak baru penderitaan bagi siapapun. Karena apa yang terjadi di Palestina bukan lagi soal konflik perbedaan agama, tetapi tentang hilangnya martabat kemanusiaan rakyat Palestina.


(1) https://www.haaretz.com/israel-news/2023-10-08/ty-article-live/over-250-israelis-killed-1-590-wounded-civilians-and-soldiers-held-hostage-in-gaza/0000018b-0cd2-d8fc-adff-6dfe855e0000
(2) https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/14/180000079/tembok-pemisah-israel-dibangun-setinggi-9-meter?page=all
(3) Zack Beauchamp, Why did Hamas Invade Israel?, Vox
(4) https://www.cnnindonesia.com/internasional/20231014074045-120-1011129/israel-ultimatum-11-juta-warga-gaza-segera-dievakuasi-saatnya-perang diakses tanggal 20 Oktober 2023
(5) https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/10/13/israel-ultimatum-warga-untuk-keluar-dari-kota-gaza-sinyal-serangan-darat-kian-dekat diakses 20 Oktober 2023
(6) Yara Hawari, Israel’s Evacuation Order is Nothing but Cover for Ethnic Cleansing
(7) Yücel Acer, Uzmanlar Cevaplıyor : Israil-Filistin Çatışması. SETA


Penulis: Muhammad Aqilsyah
Editor: Muhammad Rangga

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak