Berdasarkan data terbaru yang dilansir oleh UDEF (Uluslararası Öğrenci Dernekleri Federasyonu) pada tahun 2023, jumlah mahasiswa Indonesia di Turki total mencapai 4.662 mahasiswa. Dengan rincian 2.690 berjenis kelamin laki-laki, sedangkan sebanyak 1.972 sisanya berjenis kelamin perempuan. Jumlah tersebut terbagi lagi berdasarkan jenjang, yakni Önlisans sebanyak 119, Lisans (S1) 4.124, Yüksek Lisans (S2) 333, dan Doktora (S3) 86 mahasiswa.
Diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring berjalannya waktu. Padahal, apabila kita buka data mahasiswa Indonesia di Turki lima tahun yang lalu saja, jumlahnya masih berada di angka 1.140 mahasiswa, peningkatan yang cukup signifikan bukan? Kemudian apa kira-kira yang menyebabkan membludaknya jumlah mahasiswa Indonesia di Turki ini?
Baik bisa kita bahas satu persatu, di antaranya sebagai berikut. Pertama, biaya pendidikan dan biaya hidup yang lumayan murah. Apalagi akhir-akhir ini nilai tukar mata uang Lira terus mengalami penurunan, hal tersebut menyebabkan nilai tukar Rupiah ke Lira menjadi lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hingga tulisan ini ditulis saja, nilai 1 Lira hanya setara dengan 558 Rupiah.
Ketiga, komitmen Turki dalam meningkatkan kualitas pendidikan, yang terbukti dari beberapa nama kampus Turki yang sudah mulai bertengger dalam daftar seribu universitas terbaik di dunia. Selain itu, adanya sinergitas antara perguruan tinggi, pemerintah, dan industri. Sehingga, setiap hal yang dipelajari di kampus akan lebih mudah diterapkan dalam dunia realitas. Ditambah lagi banyaknya perpustakaan yang nyaman, sehingga mendukung dalam segala macam aktivitas akademis.
Keempat, letak Negara Turki yang cukup strategis. Ya, Turki terletak di antara dua benua, yakni Asia dan Eropa. Sehingga membuatnya memiliki corak budaya yang cukup beragam, yang mempertemukan dua benua sekaligus. Berdasarkan letak geografisnya ini, Turki kemudian memiliki empat musim. Selain itu, Turki juga kaya akan wisata alam dan sejarah, yang pastinya menarik untuk dikunjungi oleh orang dari seluruh penjuru dunia.
Nah, setidaknya lima hal tersebut di atas yang banyak mendorong para pelajar Indonesia untuk berbondong-bondong melanjutkan studinya ke Turki.
Tentu, dengan banyaknya mahasiswa Indonesia di Turki pasti akan memudahkan kita untuk berkomunikasi, berinteraksi, berjejaring, dan bertumbuh bersama. Sehingga kemudian, hampir di setiap wilayah di Turki hadir PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia). Perhimpunan tersebut hadir untuk mewarnai, membersamai, dan mendampingi mahasiswa Indonesia di Turki. Selain itu, juga untuk berkontribusi dan belajar bersama di dalam satu naungan.
Apabila kita amati, dibanding mahasiswa asing lainnya, mahasiswa Indonesia ini cenderung lebih banyak kegiatan atau aktivitasnya. Di luar waktu perkuliahan, mereka banyak disibukkan dengan aktivitas organisasi, berbisnis, atau bahkan beberapa menjadi pemandu wisata. Ya, begitulah soal gagasan, ide, konsep kita bisa bersaing dan beradu. Namun, terkadang dalam hal praktik kita sedikit kurang sat-set dibanding mahasiswa dari negara lain.
Misalnya, dibanding mahasiswa dari negara lain, kemampuan kita mendongeng, bernarasi, atau mengartikulasikan suatu ide itu masih kalah dengan negara lain. Sebut saja, mahasiswa dari India, Malaysia, Singapura, atau Bangladesh yang berada di Turki. Mereka seringkali aktif dalam diskusi-diskusi ilmiah, konferensi, simposium, atau sejenisnya. Sedangkan, dalam hal ini mahasiswa Indonesia kerap kali absen.
Memang ada sebagian yang juga aktif dalam hal ini, namun sayangnya sebagian besarnya tidak. Oleh karena itu, suara mahasiswa kita kurang bisa didengar secara internasional, meskipun ide, konsep, atau gagasan yang kita buat begitu bagus. Sedangkan, lihat mahasiswa Malaysia atau India itu, mereka kalau disuruh ngoceh pasti kita akan mendengarkan sambil mengangguk juga. Karena itu, suara mereka didengar secara internasional.
Tak hanya itu, mahasiswa-mahasiswa asing seringkali “ngerasani” mahasiswa Indonesia itu kecakapan bahasa asingnya pas-pasan. Entah itu kecakapan dalam Bahasa Turki, Bahasa Inggris, atau Bahasa Arab. Nggak semuanya memang, namun kebanyakan seperti itu. Karena apa? Harus kita akui, kita itu kurang mempraktikkan secara konsisten kemampuan bahasa asing. Apalagi mahasiswa Indonesia yang setiap hari berkumpul dengan mahasiswa dari Indonesia juga.
Ide-ide kita itu bagus, acara-acara kita itu keren, kegiatan atau aktivitas kita itu berisi dan luar biasa semua. Secara kualitas dan esensi dapet semua, apabila diakreditasi grade A unggul itu. Namun, sayangnya, meskipun kita berada di luar negeri, orientasi kita masih saja dalam tingkat lokal atau nasional. Kita sibuk berorientasi ke dalam, dan itu bagus. Namun, alangkah baiknya, ditingkatkan berorientasi ke luar.
Apabila kita kaji berdasarkan sudut pandang Ilmu Sosial, setidaknya terdapat tiga proses sosialisasi yang kita dapatkan ketika kuliah di Turki. Pertama, proses bersosialisasi dengan Orang Turki. Nah, modal untuk bersosialisasi dengan Orang Turki ini Bahasa Turki tentu saja. Meskipun tidak menutup kemungkinan kita bisa berkomunikasi dengan bahasa asing lain seperti Bahasa Inggris atau Arab.
Sumber: medutur.comKedua, proses bersosialisasi dengan Orang Indonesia di Turki termasuk di dalamnya mahasiswa. Nah, proses sosialisasi kedua inilah yang sering kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan porsinya lumayan lebih besar dibanding proses sosialisasi dengan Orang Turki. Karena itu, menjaga interaksi antar sesama Warga Negara Indonesia itu penting, untuk memperkuat solidaritas sosial, persatuan dan kesatuan, serta membangkitkan rasa nasionalisme
Ketiga, proses bersosialisasi dengan mahasiswa asing atau internasional. Nah, ketika di Turki tentu kita bukan satu-satunya mahasiswa internasional, ada banyak juga mahasiswa asing dari seluruh penjuru dunia. Nah, proses komunikasi, interaksi, dan sosialisasi bersama dengan mereka itu penting. Di antaranya untuk mengembangkan interaksi interkultural, sehingga kemudian memunculkan sikap empati, simpati, dan toleransi antar sesama manusia.
Terakhir, kembali pada peningkatan jumlah mahasiswa Indonesia di Turki seperti yang telah disebutkan di atas, tentu ada sisi positif dan negatifnya. Di satu sisi, hal tersebut tentu mendorong dalam perkembangan dalam ranah lokal dan nasional. Di sisi lain, banyaknya Orang Indonesia yang berhasil kuliah di Turki itu apakah didasarkan aspek kualitas, atau hanya kuantitas semata?
Sebab, hidup tidak melulu soal jumlah. Lihat negara tetangga kita, Singapura misalnya, dengan negara berukuran kecil dan jumlah penduduknya yang tidak terlalu banyak. Namun, suaranya mudah didengar di kancah global.
Sedangkan kita? Mau terus-terusan dikenal dengan banyaknya jumlah saja? Ingat, di kancah internasional, kualitas lebih didengar dibanding jumlah. Kita boleh punya ribuan mahasiswa Indonesia yang hebat di Turki, tapi tanpa adanya integritas, sinergitas, dan kerjasama, itu tak berarti apa-apa. Yuk bisa yuk!
Penulis: Fikri Amiruddin
Editor : Sobrun Jamil