Dinasti Seljuk dan Kejayaan Awal Orang Turki di Bumi Anatolia

 

Dinasti Seljuk, sebuah kekhalifahan yang berkembang pada abad ke-11, memainkan peran sentral dalam sejarah politik dan budaya di dunia Islam. Dinasti ini muncul sebagai kekuatan yang terorganisir secara hirarkis, menggabungkan elemen Persia dan Islam dengan sultan sebagai pemimpin utama yang didukung oleh birokrasi Persia. Tentaranya yang multinasional diatur oleh panglima Turki, dan kekuatan inti militernya terdiri dari pasukan suku Turkmen yang dipimpin oleh pemimpin Turkmen.

Dinasti yang menguasai tanah Anatolia hingga ke Rantau Punjab di  Asia Tengah dari abad 11 sampai abad 14, menjadi cikal bakal dari Dinasti Turki Utsmaniyah.

Dinasti Seljuk merupakan kesultanan Islam-Turki, pada tahun 1035 hingga 1153. Orang Seljuk adalah orang Turki nomaden dari Turkmenistan, yang memiliki hubungan kerabat dengan orang Uighur. Nama Seljuk diambil dari nama pemimpin kabilah Turki Ghuzz (Oghuz) yang mendiami wilayah imperium Uygur bernama Seljuk bin Tuqaq. Yang diangkat menjadi panglima pada masa Imperium Uygur dan menguasai bagian selatan ibukota Kasgar yaitu lembah Tarim. Seljuk bin Tuqaq berasal dari kabilah kecil keturunan Turki, yaitu kabilah Qunuq. Kabilah ini kemudian bersama 20 kabilah kecil lainnya bersatu membentuk rumpun Ghuz. Awalnya gabungan Kabilah ini tidak memiliki nama, hingga munculah nama tokoh Seljuk putra Tuqaq, yang mempersatukan mereka dan muncul penamaan suku tersebut menjadi Seljuk.

Kepemimpinan Seljuk bin Tuqaq, dimulai ketika ia membawa sukunya keluar dari wilayah kekuasaan Imperium Uygur. Yang saat itu raja Uygur berniat membunuh Seljuk karena khawatir pengaruhnya di wilayah selatan. Seljuk yang mengetahui hal itu pun segera pergi membawa seluruh kabilahnya menuju ke kota Janad, di provinsi Bukhara yang dikuasai oleh dinasti Samaniyah. Mereka tinggal disana dan hidup berdampingan bersama kaum muslimin. Penguasanya bernama Amir Abdul Malik ibn Nuh (343-350 / 954-961 M) penguasa dinasti Samaniyah. Sesampainya di sana, Seljuk dan pengikutnya memeluk agama Islam.

Sumber: Wikipedia
Di saat itu, Samaniyah sedang konflik dengan rivalnya dinasti Ghazznawiyah. Hingga kedua dinasti itu mencapai keruntuhan, sepeninggal Seljuk bin Tuqaq, kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya bernama Alp Arselan. Sampai ke Thugril Beg, cucu dari Arselan bin Seljuk, Ia memanfaatkan kelemahan dinasti Samaniyah dan Ghaznawiyah dan menggagas berdirinya  dinasti Seljuk.

Di awal Seljuk mampu merebut Marw dan Naisabur dari cengkraman Dinasti Ghaznah, selain itu Dinasti Seljuk juga berhasil menguasai Balkh, Jurjan, Thabaristan, Khawarizm, Hamadhan, Rayyi, dan pemerintah Buwaihi di bawah kendali Dinasti Seljuk. Seljuk berhasil menguasai sebagian besar Persia (Iran Modern) yang beribukota di Isfahan. Seperti halnya orang Ghaznah, Dinasti Seljuk juga menggunakan bahasa Persia dan mempraktikkan kebudayaan Persia.

Tughril Beg berhasil menguasai Baghdad, dan pada masa itu Dinasti Seljuk memerintah Baghdad selama sekitar 93 tahun, dari tahun 429 H / 1037 M hingga 522 H / 1127 M.

Setelah Sultan Thugril meninggal pada tahun 1063, Kesultanan Seljuk dilanjutkan oleh keponakannya,  Sultan Alp Arslan. Perang penaklukan terbesar Sultan Alp Arslan adalah perang Berzem di Manzikert dalam usaha penaklukan Byzantium. Di peristiwa Manzikert 463 H / 1071 M, tentara Alp Arselan berhasil mengalahkan kekuatan besar para tentara Romawi yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Prancis dan Armenia. Alp Arselan berhasil memberikan andil dalam berbagai bidang. Secara militer, kehebatan Bani Seljuk dibuktikannya dengan memberikan pukulan-pukulan hebat atas pasukan Bizantium dalam perang Manzikert tersebut.

Peristiwa ini sangat berarti bagi bani Seljuk, sebab bukan hanya semakin terbukanya Asia Kecil untuk migrasi suku-suku Turki, juga merupakan kemenangan awal penting bagi tentara kekhalifahan dalam melawan pasukan reguler Kaesar. Peristiwa Manzikert, menanamkan benih kebencian Nasrani terhadap umat Islam yang kemudian menjadi awal dimulainya Perang Salib. Kebencian tersebut bertambah besar ketika Dinasti Seljuk berhasil merebut Baitul Maqdis di tahun 471 H. Untuk memperoleh kembali apa yang telah direbut, tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyeru umat Nasrani di Eropa untuk melakukan perang suci yang dikenal dengan perang Salib.

Sumber: madrasahdigital.co
Pada masa Alp Arselan, ilmu pengetahuan dan agama mengalami perkembangan signifikan, yang kemudian berlanjut pada masa pemerintahan Sultan Malik Syah dengan bantuan perdana menterinya Nizham al-Mulk. Perdana menteri ini memainkan peran penting dalam pendirian Universitas Nizhamiyah, yang selesai dibangun pada tahun 460 H / 1065 M. Selain itu, Madrasah Hanafiyah didirikan di Baghdad, dan cabang-cabang Nizhamiyah dibangun di berbagai kota Irak dan Khurasan.

Madrasah Nizhamiyah berhasil melahirkan ulama terkemuka seperti as-Sa’adi, Imaduddin al-Isfahani bin Syadad, Abu Hamid al-Ghazali, dan Abu Ishaq asy-Syirazi. Para pembesar Seljuk memberikan penghargaan kepada ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, sehingga terjadi kebangkitan dalam bidang tersebut. Pemerintah Seljuk sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan, menghasilkan banyak ilmuwan muslim pada masanya seperti az-Zamakhsyari, al-Qusyairy, dan al-Ghazali di berbagai bidang.

Pada masa Dinasti Seljuk, madrasah menjadi pusat utama pendidikan. Sultan Malik Syah dan perdana menterinya Nizham al-Mulk mendirikan madrasah terkenal di Baghdad dan Naisabur. Pada tahun 479 H / 1086 M, Sultan Malik Syah mengunjungi Madrasah Nizhamiyah dan memberikan kuliah Hadits. Wazir Nizham Mulk dikenal sebagai ulama terkemuka pada masa itu.

Ilmu pengetahuan berkembang pesat pada masa Dinasti Seljuk, melibatkan bidang kedokteran, matematika, astronomi, filsafat, tasawuf, sejarah, dan geografi. Tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Mukhtar, Abul-Fath Umar bin Ibrahim al-Khayyam, Abu Hamid al-Ghazali, Hafidz Abi Bakr Ahmad bin ‘Ali al-Khatib al-Baghdadi, dan Yakut bin Abdullah al-Hamawi menjadi pionir dalam perkembangan masing-masing bidang.

Sumber: egitimdebiradimotesi.com
Dinasti Seljuk memegang peranan penting di Periode Keempat Dinasti Abbasiyah (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), atau dikenal dengan pengaruh Turki kedua. Eksistensi khilafah Abbasiyah dapat dianggap sebagai formalitas semata, karena pengendalian pemerintahan secara nyata berada di tangan dinasti Seljuk. Dinasti Seljuk mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Malik Syah, dimulai sejak era Alp Arselan. Dinasti Seljuk digolongkan sebagai negara yang sistematis dan hierarkis dengan model Perso-Islam (Persia-Islam). Dengan dukungan perdana menterinya, Nizham al-Mulk, dinasti Seljuk mencapai kemajuan dan kegemilangan peradabannya.

Sultan Malik Syah, selain dikenal sebagai penguasa imperium dengan wilayah kekuasaan yang luas, juga dianggap sebagai seorang "manager" yang cerdas dalam merencanakan kota-kota di wilayahnya. Pengembangan infrastruktur menjadi fokus utamanya, yang ditunjukkan dengan pembangunan masjid-masjid, perluasan akses jalan, perbaikan fasilitas umum, dan alokasi anggaran besar untuk mendukung khalifah dalam melaksanakan ibadah haji demi keamanan.

Namun, seiring berjalannya waktu, imperium yang telah dibangun mulai mengalami kemunduran. Faktor internal dan eksternal menjadi penyebabnya. Faktor internal mencakup konflik dalam pemerintahan dinasti Seljuk sendiri, yang mengakibatkan kelemahan dalam struktur mereka. Kemunduran ini mempengaruhi aspek politik dan pertahanan, mengarah pada keruntuhan dinasti tersebut, yang pada akhirnya ditaklukkan oleh dinasti lain.

Setelah kematian Sultan Malik Syah dan perdana menterinya Nizham al-Mulk, dinasti Seljuk mengalami kemunduran. Perebutan kekuasaan antar anggota keluarga menjadi awal dari kemunduran ini. Konflik internal menyebabkan pecahnya dinasti Seljuk menjadi beberapa negara kecil seperti dinasti Syahat Khawarizm, Ghuz, dan al-Ghuriyah, yang memilih untuk merdeka. Di sisi lain, kekuasaan politik di Irak juga pulih sedikit demi sedikit. Kekuasaan dinasti Seljuk di Irak akhirnya berakhir dengan tangan Khawarizm Syah pada tahun 290 H / 1199 M.

Sumber: Wikipedia
Pecahnya dinasti Seljuk menjadi beberapa negara menciptakan persaingan di antara bangsawan untuk merebut tahta kekuasaan. Kondisi ini menunjukkan perbedaan visi dan misi para penguasa, menyebabkan persaingan internal. Beberapa faktor penyebab runtuhnya dinasti Seljuk antara lain adalah konflik internal, kelemahan khilafah Abbasiyah dalam berperan dalam dinasti Seljuk, pemerintahan Seljuk yang tidak mampu menyatukan wilayah Syam, Mesir, dan Irak, gesekan dalam kekuasaan dinasti Seljuk yang memicu bentrokan militer berkepanjangan, dan konspirasi terhadap kesultanan Seljuk yang mengakibatkan kematian sultan dan komandan mereka.

Dalam kondisi melemahnya kekuasaan dinasti Seljuk, terjadi kemunduran dalam bidang pendidikan dan kemiskinan intelektual, spiritual, dan moral. Konflik internal dan kepemimpinan yang lemah menjadi faktor-faktor pendukung keruntuhan dinasti Seljuk. Selain itu, serangan tentara Mongol yang sulit dihadang juga berkontribusi pada runtuhnya dinasti ini.

Ketika tentara Mongol menyerbu Asia Barat, Bizantium dan dinasti Seljuk berusaha bersatu melawan mereka, tetapi usaha ini sia-sia. Mereka mengalami kekalahan pada tahun 1243 M, dan akhirnya Mongol berhasil merebut Iran dan Anatolia (Turki modern). Dan berakhirlah dinasti milik orang Turki ini, yang kemudian akan menjadi cikal bakal berdirinya Kesultanan Utsmaniyah.

Penulis: Putri Nur Qayyum Dewantari (Mahasiswi PPI Sivas)
Editor: Muhammad Rangga

1 Komentar

  1. MaÅŸallah keren banget sangat bermanfaat buat kita semua:)

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak