Negara-negara banyak dipilih pelajar untuk menempuh studi. Keunggulan sistem belajarnya bisa menarik setiap tahunnya berpuluh sampai banyak orang Indonesia pergi ke untuk tujuan sekolah. Sistem belajar tersebut adalah ECTS (European Credit Transfer System) di mana seluruh Uni Eropa menggunakan sistem ini.
Tapi kan, Turki bukan termasuk negara Uni Eropa? Yups! Sampai saat ini Turki memang bukan termasuk bagian Uni Eropa, tapi sejak 2001 Turki resmi menjadi anggota penuh AHEA atau Bologna Process. Dimana setiap anggota AHEA menggunakan sistem ECTS.
Bologna Process pertama kali diadakan di Universitas Bologna pada tahun 1999, merupakan serangkaian perkumpulan serta perjanjian menteri negara-negara untuk memastikan pemerataan dalam standar dan kualitas kuantitas pendidikan tinggi, perjanjian ini ditandatangani oleh 29 menteri pendidikan negara-negara dalam pertemuan menciptakan AHEA (European Higher Education Area). Bologna process mengadakan setidaknya 2 tahun sekali konferensi, untuk menilai kemajuan dan langkah baru yang akan diambil untuk kemajuan pendidikan.
Tujuan utama ECTS adalah membentuk kesetaraan akademik untuk mempertahankan pengakuan timbal balik atas prestasi akademik pelajar terhadap lembaga di negara atau Universitas lainnya. ECTS sendiri memiliki sistem kredit yang merupakan nilai kuantitatif dari program studi yang harus diselesaikan untuk memenuhi standar pendidikan. Dengan begitu, ketika pelajar telah lulus, mereka akan mendapatkan ijazah yang diakui seluruh lembaga pendidikan yang menggunakan sistem ECTS ini.
Sistem ECTS melingkupi pendidikan sarjana, master, PhD dan setiap tingkat pendidikan terdapat kredit yang menjadi beban pelajar atau program yang harus diselesaikan. Pertahun pelajar harus menyelesaikan 60 kredit. Untuk total tingkat sarjana pelajar wajib menempuh 180-240 kredit selama masa pendidikan. Tingkat master terdapat 90-120 kredit. Untuk sistem kredit ECTS tingkat PhD, kredit biasa bervariasi sesuai dengan program jurusan yang diambil.
Dengan penerapan sistem pendidikan ECTS, AHEA memberikan solusi atas perbedaan antara sistem pendidikan di setiap negara tentang masalah pengakuan kualifikasi dan periode mobilitas di luar negeri. Sistem ECTS juga memadukan gaya belajar di Universitas dan pembelajaran berbasis kerja, dimana dengan ini memungkinkan para pelajar untuk mengetahui garis besar lapangan kerja yang akan ditempuh di kemudian hari.
Tentunya dengan kelebihan yang ada dari sistem ini, ECTS juga memiliki kekurangan. D iantaranya beberapa universitas di Eropa masih belum sepenuhnya menerima sistem ECTS. Hal ini karena beberapa universitas merasa bahwa sistem ECTS tidak sesuai dengan sistem pendidikan tinggi di negara mereka.
Dan masih ada beberapa perbedaan dalam penerapannya di masing-masing negara. Meskipun sistem ECTS menggunakan sistem kredit yang sama di semua universitas di Eropa, namun masih ada beberapa perbedaan dalam penerapannya di masing-masing negara. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan bagi mahasiswa yang ingin berpindah ke universitas lain di Eropa.
Nah, bagaimana menurut kalian tentang sistem ECTS ini, apakah bisa diaplikasikan untuk negara-negara berkembang seperti di Asia Tenggara? Atau bisa digunakan untuk universitas-universitas yang ada di Indonesia khususnya, agar mahasiswa dari bagian Timur bisa merasakan kuliah di daerah Barat. Semoga pendidikan di Indonesia bisa jauh lebih baik lagi, khususnya di tingkat Universitas.
Penulis: Nisrina Taufiq
Editor: Sobrun Jamil